Sukabumi — Kebijakan publik di Kabupaten Sukabumi seringkali terasa seperti hujan yang jatuh ke dalam payung yang sudah tertutup rapat—baik itu terlalu terlambat datangnya, atau hanya sekadar menetes di luar, tidak pernah benar-benar menyentuh inti masalah. Seperti hujan yang terlalu malas untuk membasahi tanah, kebijakan ini kadang hanya menyentuh permukaan tanpa menggali lebih dalam.
“Tak ada gunanya payung yang terlalu kecil, bila hujan yang datang adalah badai,” kata seorang bijak. Mungkin ini menggambarkan kebijakan publik Sukabumi kita. Payung kecil ini disiapkan untuk menghadapi hujan ringan, namun ketika badai datang—seperti banjir, longsor, atau masalah besar lainnya—payung itu tak mampu menahan sepenuhnya. Dan, seperti biasa, kita pun kebasahan, menunggu perubahan yang tak kunjung datang.
Di satu sisi, kebijakan selalu tampak ada. “Ada kok, kebijakan tentang ini dan itu,” kata pemerintah daerah. Tetapi ketika ditanya lebih lanjut tentang implementasi, semuanya seperti hujan yang menetes dari payung bocor—hanya sedikit yang sampai ke tempat yang benar-benar membutuhkan. Tidak ada solusi nyata, hanya retorika dan janji yang membuat kita seolah-olah terlindung, padahal sesungguhnya kebasahan.
“Saat hujan datang, payung hanya berguna jika kita menggunakannya dengan bijaksana,” kata pepatah lama. Sama halnya dengan kebijakan publik, ia harus digunakan dengan tepat, meresap hingga ke akar masalah, bukan hanya dibiarkan jadi formalitas atau alat “perlindungan” yang tampaknya ada, tapi tidak benar-benar memberikan manfaat.
Mungkin sudah saatnya kita berhenti berharap pada payung yang terlalu kecil dan memulai untuk merancang kebijakan yang lebih besar—yang mampu menampung dan menghadapi badai, bukan sekadar menghentikan beberapa tetes hujan yang tak berarti.
“Kebijakan yang baik bukanlah yang datang setelah hujan, tetapi yang mempersiapkan kita sebelum badai.”
-yhs-
Baca juga : https://sukabumikahiji.com/inspirasi-staycation-akhir-tahun-untuk-mengisi-energi-baru-di-sukabumi-utara/