Kita hidup dalam masa peralihan, di mana nilai-nilai lama yang selama ini kita anggap sebagai kebenaran mulai pudar, sementara yang baru belum sepenuhnya terbentuk. Ini adalah masa di mana pilihan-pilihan tampak berisiko dan sering kali membawa kita ke arah ketidakpastian atau bahkan kehancuran.
Banyak hal yang sebelumnya kita pandang sebagai sesuatu yang normal, konvensional, dan ortodoks kini kehilangan relevansinya. Dunia yang kita kenal berubah drastis, menjadi tempat yang lebih tidak menentu dan sulit diprediksi. Kepercayaan terhadap institusi politik semakin melemah, para pemimpin tidak lagi dihormati sebagaimana dulu, dan bahkan pola cuaca yang dulu dapat diandalkan kini berubah akibat pemanasan global.
Baca juga https://sukabumikahiji.com/pencapaian-terbaik-untuk-masa-depan-ekologi-sukabumi/
Kita berada dalam masa krisis yang berlapis-lapis dan terjadi secara bersamaan. Tidak hanya satu aspek kehidupan yang mengalami kekacauan, tetapi hampir semuanya berjalan dalam ketidakteraturan yang spektakuler, baik dalam skala global maupun dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah era di mana kesalahan dan ketidakpastian menjadi bagian dari kehidupan yang tak terelakkan.
Dengan demikian, kita telah memasuki wilayah yang disebut sebagai “post-normal”—sebuah kondisi di mana realitas yang kita hadapi jauh dari apa yang selama ini kita anggap sebagai sesuatu yang biasa dan stabil. Dalam situasi ini, kita tidak lagi bisa mengandalkan cara-cara lama untuk menghadapi tantangan baru. Sebaliknya, kita dituntut untuk lebih adaptif, kreatif, dan siap menghadapi berbagai kemungkinan yang belum pernah kita bayangkan sebelumnya.
Bagaimana kita merespons era post-normal ini akan menentukan masa depan kita. Apakah kita akan terjebak dalam kebingungan dan ketakutan, atau justru menemukan cara baru untuk berkembang di tengah ketidakpastian? Yang jelas, masa depan bukanlah sesuatu yang dapat kita prediksi dengan pasti—tetapi sesuatu yang harus kita bentuk bersama.
(Artikel ini disadur dari sumber Masjid Jenderal Sudirman dan disesuaikan untuk pembaca Sukabumi Kahiji.)